Jumat, 11 Desember 2009

Kawin Kontrak (Mut'ah)



Dalam perkembangan zaman sekarang ini manusia mulai berontak terhadap keadaan hidup, mulai dari tindakan yang tidak bermoral hingga mengambil jalan yang tidak halal mereka lakukan karena desakan kebutuhan hidup, dalam hal ini khususnya tindakan dengan jalan kawin kontrak (nikah Mut’ah) yang saat ini praktek kawin kontrak tersebut tidak sedikit di jalani oleh masyarakat Indonesia khususnya di daerah kawasan Puncak, meskipun keharamannya masih dalam pro kontra antara yang menyatakan kawin mut’ah sudah dilarang dan yang menyatakan kawin mut’ah masih tetap berlaku. Namun keberadaannya sangat tidak di inginkan sebagian besar masyarakat muslim. Menurut pendapat yang pro adalah jelas bahwa kawin kontak (nikah mut’ah) telah dilarang oleh Rasulullah SAW walaupun benar bahwa Rasulullah terbukti membolehkan nikah mut’ah ini pada masa sebagian perang (pada permulaan islam) dan terbukti pula tanpa syak (ragu), bahwa Rasulullah melarangnya dalam suatu larangan umum dan diharamkan dengan satu keharaman yang abadi (untuk selama-lamanya)[1], selain itu nikah mut’ah juga bertentangan dengan hukum-hukum Al-qur’an tentang perkawinan, talak, iddah dan waris karena dalam kawin kontrak ini tidak ada ketentuan-ketentuan mengenai ke empat hal itu.[2] Dan yang menurut yang kontra di antaranya adalah nikah kontrak itu merupakan lembaga lain untuk menghindarkan seseorang berbuat zina yaitu sebagai jalan keluar dari kondisi yang menekan secara psikologis terhadap kaum pria dan wanita yang kehidupannya telah terjebak dalam situasi modernitas.[3]

Dalam hal ini sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat diantara para imam dan ulama amshar (Dunia) kecuali hanya kelompok ulama syiah yang menghalalkan nikah mut’ah dengan menggunalkan dalil hadist yang menerangkan dibolehkannya nikah semacam itu. Padahal hadist tersebut disampaikan oleh Rasulullah sebelum adanya larangan nikah mut’ah, berarti hadist yang dipakai oleh syariat adalah hadist yang menghapus bukan hsdis yang dihapus. Melakukan sesuatu yang telah dihapuskan hukum keberlakuannya jelas tidak boleh, mendekati perbuatan yang jelas telah dihapuskan hukumnya sama saja dengan melanggar batas syariat Allah dan agamanya.

Melihat dari masih maraknya praktek kawin kontrak yang ada di Indonesia, maka dengan itu diperlukan adanya sanksi dan diperlukan adanya landasan pijakan hukum untuk memprosesnya.

A. Difinisi Nikah Mut’ah dari Beberapa Pendapat

Definisi tentang kawin kontrak (nikah mut’ah) dalam beberapa pendapat sangat beragam, hal ini disebabkan dari bagaimana cara pandang manusia itu sendiri dan tidak lepas dari karakter serta latar belakang kehidupan manusia yang melihatnya. Definisi ini penting dikemukakan karena sangat penting kaitannya dalam merumuskan batasan hukum yang terkait di dalamnya, ada beberapa definisi yang dapat ditampilkan, guna mendapatkan definisi yang memadai, antara lain:

Dalam kamus Lisan al-‘Arab, ibnu Manzur mengatakan “Mut’ah” adalah bersenang-senang dengan perempuan, tetapi kamu tidak mengawininya kekal bersamamu. Dan Al-Azhari berpendapat, “Al-Mataa’u adalah setiap yang bermanfaat.[4]
Definisi Mut’ah dalam istilah ulama, Mut’ah yaitu akad perkawinan yang dilaksanakan untuk waktu tertentu dengan mahar yang ditetapkan, baik untuk waktu yang panjang maupun waktu yang pendek, akad ini berakhir dengan berakhirnya waktu akad, tanpa jatuh talak.[5]
Menurut istilah fiqh “ Nikah Mut’ah” adalah seorang lelaki menikahi seorang perempuan dengan memberikan sejumlah harta tertentu, pernikahan itu akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkannya, tanpa talak, tanpa kewajiban memberi nafkah maupun tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya jika salah satu dari keduanya mati sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu.[6]
Masdar F. Mas’udi dalam bukunya Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, mendefinisikan nikah Mu’ah sebagai berrikut: secara harfiyah nikah mut’ah adalah nikah enak-enakan, nikah untuk sekedar memenuhi dorongan seksual. Dalam literature fiqh, nikah mut’ah didefinisikan sebagai kawin kontrak, nikah untuk jangka waktu tertentu (nikah mu’aqqat) samapi hajad seksualbterutama dari laki-laki terpenuhi. Begitu masa kontrak habis, habis pula ceritanya; tidak ada pembagian waris, tidak ada pertanggungjawaban keturunan.[7]
Kawin Mut’ah juga dinamakan kawin muaqqat artinya kawin untuk waktu tertentu atau kawin munqathi artinya kawin terputus. Kawin mut’ah yaitu senang-senang karena akadnya hanya semata-mata untuk senang-senang saja antara laki-laki dan perempuan dan untuk memuaskan nafsu, bukan untuk bergaul sebagai suami istri, bukan untuk mendapatkan keturunan. Tidak ada talak dan tidak ada hak waris mewarisi.[8]
Muhammad Malullah dalam bukunya Menyingkapi Kebobrokan Nikah Mut’ah, berpendapat bahwa masalah kawin mut’ah adalah topik yang banyak diperbincangkan, apalagi setelah kendali pemerintah di Iran dikuasai oleh para Ayutullah, dan mereka mengeluarkan dana miliaran untuk mencetak kitab-kitab mahzab Ar-Rafidhah, mahzab ini diantara ajarannya mengajak dengan terang-terangan melakukan perzinaan dan perbuatan yang keji dengan temeng nikah mut’ah.[9]
Kata-kata Mut’ah pada dasarnya memberi kesenangan dan meningkat tinggi, Mut’ah adalah uang, barang dan sebagainya yang diberikan suami kepada istri yang di ceraikannya sebagai bekal hidup (penghibur hati), mut’ah yang mutlak di jadikan dasar hidup bagi pria untuk mencapai keinginannya, hawa nafsunya dari wanita tanpa syarat, ini dilakukan dengan perkawinan sementara atau biasa dinamakan “kawin kontrak”, dalam islam hal ini tidak di sebut “perkawinan” sebab tidak memenuhi syarat kesucian niat, tidak disasari atas pendirian keluarga sakinah, kontrak seperti ini ibarat mengontrak orang untuk bekerja.[10]
Menurut Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Abdus Salam Nawawi. Kawin kontrak dikenal dengan istilah nikah mut’ah, menurut beliau nikah mut’ah terjadi pada masa Rasulullah.”waktu itu kondisinya darurat, sedang dalam peperangan. Saat itu Rasulullah mengijinkan tentara yang terpisah jauh dengan istrinya untuk melakukan nikah mut’ah, dari pada melakukan penyimpangan, namun Rasulullah mengharamkannya ketika melakukan pembebasan kota mekkah pada tahun 8 H/630 M. sifat mut’ah ini lebih menitik beratkan pada kesenangan yang dibatasi oleh waktu tertentu, sebagian besar ulama Islam mengharamkannya, menimbang dari segi tujuan pembentukan rumah tangga, belia menyatakan tidak menyetujui praktik ini.
. Menurut hakim agung Rifyal Ka’bah berpendapat bahwa kawin mut’ah lebih mengarah pada kesenangan belaka. “ itu Cuma kawin main-main dengan tujuanuntuk bersenang-senang. Kalau kita pakai common sense, akal sehat, praktik ini akan tidak dapat diterima karena kawin kontrak bertentangan dengan prinsip pernikahan yaitu kontrak suci karena berjanji di depan wali, saksi, dan juga di depan Allah, bahwa ia akan memperlakukan pasangannya dengan baik.[11]

Difinisi Nikah Mut’ah

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan definisi sebagai berikut, nikah mut’ah bukanlah suatu pernikahan yang diridhai Allah karena praktik semacam ini menyimpang dari Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam dan ayat-ayat Al-qur’an mengenai talak, iddah, dan waris sebab mut’ah sendiri berarti bersenang-senang yaitu suatu akad yang nilainya sangat rendah hanya sebatas perjanjian biasa yang dilaksanakan dalam batas waktu tertentu, setelah berakhirnya kesepakatan antar kedua belah pihak maka berakhirlah perjanjian itu, tanpa talak, tanpa waris-mewarisi dan tanpa pertanggungjawaban keturunan.

Sebab Akibat yang Ditimbulkan

Timbulnya praktik kawin kontrak yang saat ini terjadi di Indonesia khususnya di kawasan puncak belajangan ini berawal dari marjinalisasi masyarakat petani Indonesia. Ketika lahan menyusut, yang terjadi adalah tidak adanya lahan yang digunakan untuk bertani padahal bertani adalah kemampuan utama mereka untuk menghidupi kesulitan hidup. Jumlah penduduk bertambah, akibatnya daya tampung pekerja industri tidak memadai. Industrialisasi yang gagal semasa orde baru hanya mewariskan harga mati, sehingga banyak korban PHK dan menjadi pengngguran karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, akibatnya pemahaman cepat kaya dan hidup enak bagi generasi muda saat ini telah menjadi impian yang mudah diraih. Alhasil kawin kontrak pun menjadi solusi bagi mereka. [12]

Fenomena ini juga tampak dalam bentuk nikah sirri, nikah ini merupakan sebuah praktek pernikahan yang dianggap sah secara agama ketika dihadiri oleh mempelai, wali, 2 orang saksi, disertai ijab dan qabul. Persoalan muncul ketika pernikahan tersebut tidak dicatatkan. Karena bukti tertulis yang menguatkan adanya ikatan pernikahan itu tidak ada. Sehingga ketika terjadi sesuatu seringkali perempuan menjadi korban. Padahal UU Perkawinan No.1 th.1974 telah mengatur bahwa setiap pernikahan harus dicatatkan.

Dalam sebuah seminar mengenai pemasaran daerah tujuan wisata tanggal 28 juni 2002 Wapres Jusuf Kalla sempat menyampaikan ucapan kontraversial yang memancing kemarahan masyarakat, pak JK menyatakan bahwa tidak ada persoalan dengan banyakknya kawin kontrak yang dilakukan oleh turis-turis Arab di kawasan puncak, sebab meskipun perempuan ini akhirnya diceraikan, para janda ini dapat memperbaiki keturunannya menjadi lebih cantik dan tampan bak atris dan actor senetron.[13]

Sungguh sangat menyayat hati jika fimikiran seperti itu menjadi anggapan yang baik bagi setiap orang, yang jadi permasalahan bagaimana jika tanpa jaminana masa depan, tentu anak-anak hasil kawin kontrak itu akan sangat sulit menjadi aktris atau aktor andal, alih-alih menjadi aktor mereka justru dapat kembali terjerat dalam lingkaran syetan yang membelenggu ibu mereka, yakni kemiskinan dan praktik kawin kontrak. Pihak perempuandalam praktik kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks, kawin semacam ini hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama untuk melaksanakan protitusi terselubung.[14]

Perkawinan pada umumnya harus mempunyai tanggungjawab diluar dari semata melampiaskan hawa nafsu, maka perhatikannlah perkawinan islam secara tuntas dan antusias, sebab perkawinan itulah yang akan menentukan pribadi bangsa, apabila rumah tangga tidak terdiri atas dasar yang benar, susunan atas cinta palsu dan pelepasan tanggungjawab hal ini sama dengan pemerkosaan disertai pembunuhan yang sadis.[15]

Praktik-praktik pekawinan semacam ini sering kali sekedar menjadi “modus operandi” yang banyak berorientasi pada pemuasan syahwat laki-laki, tentu saja hal ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah baik secara sosial dan hukum, serta menjadikannya sebagai kelompok yang tak terlindungi, ibarat pepatah habis manis sepah dibuang.[16]

Alhasil jika melahirkan anak hasil praktik kawin kontrak, si anak tidak akan tahu siapa ayahnya. Apalagi jika si bayi dibuang karena sang ibu tidak sanggup merawatnya, nasip anak akan semakin memprihatinkan. Dari sisi Undang-undang perkawinan dan Undang-undang kewarganegaraan praktik ini merupakan pelanggaran hukum. Karena sesuai dengan peraturan perkawinan ditujukan untuk membentuk keluarga yang kekal.[17]

LEMAHNYA HUKUM POSITIF

Ketiadaan aturan hukum yang mengatur kawin kontrak dengan segala akibatnya menyebabkan beberapa pihak mendesak agar dilaksanakan pembaharuan dalam hukum perkawinan, karena ketiadaan pasal yang mengatur soal kawin kontrak mengakibatkan aparat penegak hukum menggunakan jerat hukum lain, contohnya : warga negara asing yang biasanya merupakan pelaku praktik kawin kontrak dijerat dengan peraturan soal keimigrasian, bagaimana dengan warga lokal yang melakukan praktik ini karena praktik tersebut tidak selalu dilakukan oleh warga negara asing.

DASAR HUKUM ISLAM

I. Dalil-dalil yang dikemukakan oleh jumhur ulama tentang keharaman nikah mut’ah antara lain:
a. Firman Allah SWT:
”Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri atau jariah[18] mereka miliki, maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada tercela” (QS.Al-Mu’minun[23]: 5-6)
Ayat ini jelas mengutarakan bahwa hubungan kelamin hanya dibolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai istri atau jariah. Sedangkan wanita yang diambil dengan jalan mut’ah tidak berfungsi sebagai istri atau sebagai jariah. Ia bukan jariah, karena akad mut’ah bukan akad nikah, dengan alasan sebagai berikut:
• Tidak saling mewarisi. Sedangkan akad nikah itu menjadi sebab memperolehnya harta warisan.
• Iddah mut’ah tidak seperti iddah nikah hanif.
Dengan akad nikah menjadi berkuranglah hak seseorang dalam hubungan dengan kebolehan beristri empat, sedangkan tidak demikian dengan mut’ah.
Dengan melakukan mut’ah, seseorang tidak dianggap menjadi muhsan, karena wanita diambil dengan jalan mut’ah tidak berfungsi sebagai istri, sebab mut’ah itu tidak menjadikan wanita bersetatus menjadi istri dan tidak pula bersetatus jariah. Oleh karena itu, orang yang melakukan mut’ah termasuk didalam firman Allah SWT:
“Barang siapa mencari selain dari pada itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang yang melampaui batas”(QS.Al-Mu’minun[23]:7).

Nikah mut’ah bertentangan dengan persyari’atan akad nikah, yaitu untuk mewujudkan keluarga sejahtera dan melahirkan keturunan (lattanasul).
Nikah mut’ah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pemerintah negara Republik ndonesia (antara lain UU. No.1/ 1974 dan KHI). Padahal, peraturan perundang-undangan itu wajib ditaati kepada pemerintah (ulil amri), berdasarkan antara lain, firman Allah:
“Hai orang beriman! Taatilah Allah dan Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu…” (QS. An-Nisa’[4]: 59)

kaidah fiqhiyah: “Keputusan pemerintah itu mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaan pendapat”.[19]

b. Sulit kita memastikan bahwa anak yang lahir dari hasil praktik kawin kontrak hanya memiliki satu ayah, karena ibunya dapat mengikat pernikahan dengan siapapun setiap saat. Atas dasar itu semua dank arena hadis dari Rasulullah mengenai pengharaman sistem perenikahan mut’ah, maka jumhur ulama menrtapkan bahwa nikah mut’ah haram hukumnya.[20]

c. Al Qurthubi meriwayatkan diharamkannya nikah mut’ah dari Said Ibnu Musayyab, Aisyah dan Al Qasim Ibnu Muhammad. Sedangkan Daruquthi meriwayatkan dari Ali Ibnu Abi Thalib r.a. Ali berkata, “Rasulullah SAW telah melarang nikah mut’ah. Dan nikah mut’ah itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum mendengar tentang berita keharamannya. Tetapi, setelah turun ayat nikah, talak, iddah, dan hak hukum waris di antara suami-istri, maka izin nikah mutah di hapus.[21]

d. Mereka yang mengharuskan hukuman diterapkannya berdasarkan riwayat Al Quthubi yaitu, bahwa Amirul Mukminin Umar r.a menyatakan, “Tiada seorang pun pelaku nikah mut’ah dihadapkan padaku, melainkan akan aku rajam dengan batu”.[22]



--------------------------------------------------------------------------------

[1]Ibnu Mustafa, Perkawinan Mut’ah dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, (Jakarta: Lentera Basrimata,1999), cet.1, h.11

[2]Sa’id Thalib Al-Hamdani, Risalatun Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), cet.3, h.36

[3] Ibid, h.57

[4] Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Ma’arif, Kairo, jilid V, h. 4127

[5] Muhammad Fu’ad Syakir, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Cendikia Centra Muslim, 2002), cet.1, h.65

[6] A. Muhammad Al Hamid, Pandangan Ahlu Sunnah Tentang Nikah Mut’ah,(Surabaya: Yayasan Pereguruan Islam,1995), cet.2, h.1

[7] Ibid, h.14-15

[8] Ibid, h.36

[9] Muhammad maululah, Menyingkap Kebobrokan Nikah Mut’ah, (Jakarta: pustaka Firdaus,1997), cet. 4, h.1

[10] Fuad Moch. Fachruddin, Kawin Mut’ah dalam Pandangan Islam, (Jakatra: Pedoman Ilmu Jaya,1992), cet. 1, h. 70-72.

[11] Berita, Kawin Kontrak Antara Hukum dan Realita, www. Hukumonline.com, 2006

[12] Metropolitan, Marjinalisasi kaum Perempuan Kawin Kontrak di Kawasan Puncak, www. Kompas.com,2006.

[13] Swara Rahima, Ketika Kalla Menyampaikan Fatwa, www. rahima.or.id, 2006

[14] ibid, hukumoneline.com

[15] ibid, h.75.

[16] ibid, rahima.or.id

[17] ibid, compass.com

[18] jariah : hamba sahaya yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak yang didapat diluar peperangan agama, yang sekarang sudah tidah ada lagi.
[19] Halal Quide, Keputusan Fatwa MUI Tentang Nikah Mut’ah, www. halalquide.info, 2006.

[20] Ibid, h.19-20.

[21] Ibid, h.26.

[22] Ibid, h..72


Tidak ada komentar:

Posting Komentar